Rasa dan Logika
Selasa pagi aku siap berangkat mengabdi. Langit sedikit gelap. Bintik-bintik air menghiasi sekitarku. Aku nekat, mengejar sasaran tanpa jas hujan. Baru beberapa putaran roda, bintik air menderas. Masih nekat, tapi jalan di depan gelap. Kubelokkan motor di suatu tempat, cukup nyaman untuk mengenakan jas hujan. Satu dua motor turut mendarat, tujuan sama melindungi diri pakai manthol. Eeh..nambah dan nambah motor yang berhenti. Mematik semangatku tuk bekerja. Kami sama, pagi-pagi berteman hujan ke tempat kerja. Saat dah mau menerjang hujan lagi, tiba-tiba muncul seorang laki-laki dari rumah tempat kami numpang berteduh.
“Tolong jangan berteduh di sini, ya!” Teriaknya. Kalimat itu diucapkan berulang-ulang sambil jarinya menunjuk-nunjuk. Wajahnya nampak tidak bersahabat. Untung aku sudah selesai mengenakan mantol. Kutinggalkan tempat itu sambil sedikit menggerutu. Teganya orang itu. Kami hanya pinjam sejenak di sejengkal halaman rumahya agar kami tidak terlalu kehujanan. Bukankah baik memberi kenyamanan kepada orang lain. Bukankah bisa menjadi amal dengan mengijinkan orang berteduh sebentar. Siapa tahu yang berteduh ada yang sakit dan harus segera berobat? Dengan memberi tumpangan, si pemilik rumah secara tidak langsung jadi penyelamat. Oh.. di mana hati, di mana logika.
Satu angan melintas. Semoga gubuk kecilku bisa memberi kenyamanan bagi keluargaku dan bisa bermanfaat bagi sekitarku. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar